Pelatihan Menulis Puisi dan Cerpen di SMAIT Raudhatul Jannah Cilegon




Oleh Ardian Je

Selasa-Rabu (18-19 Juli 2017), saya, Abdul Salam HS dan Ade Ubaidil menjadi narasumber dalam pelatihan menulis puisi dan cerpen di Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu (SMAIT) Raudhatul Jannah (RJ) Cilegon. Kami bertiga, dalam kesempatan yang baik itu, datang ke sana atas nama Rumah Dunia (RD).
***
Beberapa pekan sebelumnya, Bu Tias—panggilan saya kepada Tias Tatanka, salah satu pendiri RD—mengabari saya bahwa SMAIT RJ akan mengadakan pelatihan menulis. Orang yang menghubungi Bu Tias adalah Bu Nisa, guru bahasa Indonesia SMAIT RJ. Bu Nisa ingin para siswa di sekolah tempatnya mengajar diajari menulis.
            Setelah berkomunikasi dengan Bu Nisa via Whatsapp (WA), saya menyempatkan diri untuk datang ke SMAIT RJ. Dari Kubang Gede--rumah mertua, tempat saya kini tinggal bersama istri dan anak saya--saya mengendarai sepeda motor, melewati Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cilegon dan jalan layang di Cibeber, masuk ke kawasan Pondok Cilegon Indah (PCI), menembus ke perumahan Grand Residence Cilegon. Ternyata, lokasi SMAIT RJ ada di ujung perumahan! Pojok pisan!
            Di sana, saya dan Bu Nisa membicarakan hal ihwal yang berkaitan dengan kegiatan pelatihan menulis, serta dengan teknis penyelenggaraannya. Dan diputuskanlah kegiatan pelatihan menulis puisi dan cerpen. Katanya, sih, hasil pekerjaan siswa akan dibukukan. Amin.
***
Acara dimulai pukul 07.00! Begitu Bu Nisa menegaskan. Wow! Jadwal yang tidak biasa.
            Mungkin saya yang tinggal di Bojonegra dan Ade yang tinggal di Cibeber—yang akan menjadi narasumber—tidak terlalu khawatir dengan jadwal sepagi itu. Tapi bagaimana dengan Salam yang tinggal di RD, Ciloang, Kota Serang? Saya khawatir ia tak bisa datang tepat waktu, karena jarak yang lumayan tidak dekat.
            Selasa (18/7) pagi. Sekitar pukul 06.10. Saya menelepon Salam, penyair Waringinkurung. Semoga ia sudah bangun dan mandi.
Telepon diangkat. Suaranya terdengar. Alhamdulillah, ia sudah bangun. Tapi dari baunya—yang menjalar melalui sinyal telepon!—sepertinya ia belum mandi.
            “Udah bangun? Udah siap?” tanya saya.
            “Udah bangun, mah. Tapi ini mau bikin materi di powerpoint dulu!” katanya.
             Waduh! Jam segini baru mau bikin materi!
            “Nanti jam setengah delapan saya berangkat,” katanya.
            Awalnya ini sempat menjadi bahan pikiran saya. Tapi ya sudahlah, saya percaya padanya.
            Singkat cerita, saya memacu sepeda motor. Saya kira, kalau dari arah Masjid Agung Cilegon, PCI itu ada sebelum jembatan layang. Jadi, kemarin saya janjian dengan Ade untuk bertemu di jalan masuk PCI. Ternyata saya salah. PCI ada setelah jembatan layang, dan saya melewati kampungnya Ade, yang berada tepat di bawah jalan layang.
            Jadilah saya menelepon Ade, berinisiatif pergi bersama. Saya ke rumahnya. Ia sudah siap. Kami pergi. Tadinya saya mau menuju ke RJ dengan rute yang sudah saya tempuh beberapa pekan lalu. Tapi Ade menunjukkan jalan pintas, lewat kampungnya.
            Dan ternyata, hanya beberapa menit, kami sudah sampai di lokasi. Kami datang pukul 07.05. Telat lima menit. Ternyata benar, RJ selalu on time. Di sana sedang ada upacara apel untuk siswa baru. Kami menunggu apel selesai.
            Setelah apel selesai, kami masuk dan bertemu Bu Nisa. Salam… Salam rupanya terjebak macet dari Bhayangkara hingga Alun-alun Kota Serang. Informasi itu saya dengar dari Ade yang SMS-an dengan Salam.
            Kami menunggunya, karena acara tidak bisa dimulai jika narasumber belum lengkap.
            Sekitar pukul 07.30. Salam datang. Dan acara dimuali pukul 08.00. Ini bukan karena keterlambatan Salam, tapi karena memang kami meminta agar acara dimulai pukul 08.00. Pengen ngaso dulu.
***
Saya berbagi sedikit pengetahuan dan pengalaman menulis puisi kepada para siswa yang berjumlah sekitar 30 orang. Saya pakai powerpoint dan infocus untuk menyampaikan materi. Saya memperkenalkan diri dan Rumah Dunia, tempat saya belajar menulis.
            Saya katakan kepada mereka bahwa Rumah Dunia adalah lingkungan yang membawa saya ke dunia literasi, dunia kepenulisan. Awalnya saya sangat, sangat, sangat asing pada buku, sebelum bertemu dengan Rumah Dunia. Jika ada kegiatan literasi yang pernah saya lakukan, itu terjadi pada masa SD (saya lupa kelas berapa). Saya membeli dan membaca komik Petruk-Gareng karya Tatang S yang dijual seharga Rp 500 perak! Di masa SMP-SMA-kuliah semester I, saya tidak membaca buku!

            Di RD, selain Kelas Menulis Rumah Dunia (KMRD), saya mengikuti Majelis Puisi Rumah Dunia (MPRD) yang diasuh penyair Toto ST Radik—saya memanggilnya Mas Toto. Ilmu-ilmu dari beliau saya gunakan dalam kesempatan ini.
            Saya berbagi tentang menulis puisi dengan teknik copy the master. Dalam teknik ini, kita bisa menjadikan lirik atau bait puisi dari penyair yang sudah “besar” untuk dijadikan acuan menulis puisi. Caranya, lirik atau bait puisi dari penyair yang sudah “besar” itu kita tulis ulang di kertas atau laptop, lalu kita “melanjutkan” lirik atau bait puisi itu dengan kata-kata kreasi sendiri. Jika sudah dirasa cukup, maka lirik atau bait dari puisi yang jadi acuan itu kita hapus. Cara ini boleh digunakan untuk latihan saja. Jangan digunakan jika hendak dipublikasikan. Ini Cuma untuk latihan, ya!
            Kedua, saya menggunakan teknik “sumbang kata”. Ini juga pernah diajarkan Mas Toto. Caranya, setiap peserta memilih satu kata terbaik yang dimilikinya. Lalu satu per satu dari mereka mengucapkannya, dan ditulis di papan tulis atau di laptop yang terhubung dengan infocus. Setelah semua orang menyumbangkan kata, maka mereka harus memilih-milih kata mana saja yang bisa dirangkai menjadi puisi.
            Saya sedikit memodifikasi teknik ini. Jika ada kata yang tidak tersedia di papan tulis, padahal kita ingin menggunakannya, saya menambahkan kata tambahan itu untuk membantu proses menulis.
            Ketiga, saya menampilkan sebuah foto. Di foto itu ada tiga lukisan karya Jeihan Sukmantoro. Saya minta agar mereka menulis puisi dari salah satu lukisan itu. Dari gambar ke puisi.
            Keempat, saya meminta mereka untuk memegang sebuah benda. Mereka memegang buku, pulpen, jam tangan, hingga tempat minum. Mereka memperhatikan benda yang mereka pegang dengan seksama, lalu menuliskan puisi. Ini untuk mengasah kepekaan dan imajinasi mereka.

            Di akhir kelas, para siswa mengumpulkan puisi yang mereka tulis di kertas sebanyak empat puisi. Ada juga yang hanya tiga puisi.
***
Rabu (19/7). Materi cerpen. Saya jelaskan kepada para siswa tentang cerpen, para cerpenis, unsur intirnsik dan ekstrinsik, bagaimana menggali ide, membuat tokoh dan karakter, konflik, tema dan seterusnya. Lalu mereka saya beri contoh sinopsis dan outline. Kemudian mereka membuat sinopsis atau outline, kemudian membuat paragraf pembuka.
            Jika ada sinopsis yang sudah bagus, memiliki konflik yang kuat, maka sinopsis itu langsung dikembangkan menjadi sebuah cerpen.
            Sebelum tiba di penghujung kelas, ada seorang siswa yang telah menyelesaikan sebuah cerpen, sementara yang lain masih membuat sinopsis atau baru memulai menulis paragraf pembuka. Wah, saya jadi senang melihatnya. Ada peserta yang berhasil, kuat untuk menulis sebuah cerita dalam waktu yang cukup cepat.
Begitulah sedikit tentang kegiatan pelatihan menulis puisi dan cerpen di SMAIT RJ.

Bojonegara, Rabu 19 Juli 2017. 22.42 WIB.


                                                       

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sawah, Nasibmu Kini

Nobiagari

Pilkada dan Perpustakaan